They Open My Eyes

 Pada kuliah semester lima, saya mengikuti program wajib kampus, bernama kuliah kerja porfesi, program bakti masyarakat oleh kampus saya. Bersama sembilan teman lainnya dari berbagai jurusan, kami ditempatkan di salah satu desa di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Desa ini bisa dibilang cukup jauh untuk dijangkau karena letaknya berada di kaki gunung tertinggi di Jawa Tengah, tetapi dapat dibilang berada di lokasi yang strategis, karena dilalui oleh jalan raya antar provinsi. Desa ini juga bukan kawasan yang terpencil, karena adanya tower tiga provider besar yang ada di sini.
 Selama hampir dua bulan saya bersama kelompok di tempatkan, membawakan program wajib dari masing masing jurusan kami untuk dilakukan bersama pada masyarakat. Keberadaan kami disana bukan hanya untuk menyukseskan program yang kami bawa dari kampus, melainkan adanya keharusan, untuk turut andil dalam kegiatan masyarakat desa. Beruntung masyarakat desa yang kami tempati cukup aktif dan mereka sangat terbuka pada orang baru seperti kami.
 Kalau boleh sedikit bercerita, lokasi desa saya berada di kaki gunung, sehingga sebagian besar struktur formasi landscape desa yang kami tempati adalah hilly atau berbukit dengan suhu sekitar 18 derajat celcius, sangat dingin menurut saya. Meskipun lokasi desa dekat dengan hutan dan curah hujan yang cukup tinggi, keberadaan air bersih masih sangat minim, kami tidak bisa mengambil air dengan keran sesuka hati melainkan melalui sumur, itupun kalau sumur tidak kering. Kami harus berhemat air disini, dan sayang belum ada program langsung pemerintah terkait pengadaan air bersih di desa ini.

The Landscape Form

The Village from Top

 Mata pencaharian masyarakat di desa saya sebagian besar adalah bertani, dengan komoditas utama daun bawang dan kembang kol. Mereka terus bercocok tanam komoditas tersebut setiap tahun. Sebenarnya keadaan seperti ini bisa memprihatinkan kondisi lahan mereka. Kurangnya kesuburan tanah akibat tidak ada rotasi tanaman hingga penggunaan pestisida yang menerus bahkan berlebih, dalam jangka panjang bukan tidak mungkin tingkat produksi pertanian mereka menurun akibat tanah yang tidak subur dan hama yang menjadi resisten.

Cultivating Activity

 Menarik, saya menemukan kehidupan yang sederhana nan indah disini. Setiap hari baik yang tua atau muda, lelaki maupun wanita melakukan aktivitas berladang, ada yang menanam, memanen, maupun mengepak ke pengepul atau tengkulak. Para pemuda selain berladang juga aktif organisasi pemuda desa maupun aktivitas berolahraga. Tidak ada pengharapan lebih dari mereka selain keberkahan pada hari itu.
 Suatu ketika saya dikejutkan oleh Ibu, host saya selama disana, beliau berkata “Mba mira, mau bantuin bawa ke masjid, yang lelaki lagi bantuin buat sekolah, kita nyumbang makanan saja dari sini”. Perkataan tersebut mengetuk hati saya, bahwa pelajaran kewarganegaraan yang saya dapat ketika SD ternyata nyata adanya. Mereka menerapkan sistem gotong royong, tidak hanya ketika membangun bangunan umum, melainkan rumah tinggal pribadi mereka bangun secara gotong royong. Hal tersebut sudah biasa terjadi di kehidupan sehari – hari mereka.
 Kekaguman saya tidak berhenti sampai disitu, hal ini terjadi ketika saya dan teman perempuan lainnya menghadiri pengajian rutin mingguan khusus para ibu. Ketika di dalam benak saya, seseorang yang mengadakan acara, seperti pengajian ini adalah orang yang dapat bisa dibilang mampu secara finansial dan orang-orang disekitarnya bisa datang secara sukarela untuk menghadiri acara tersebut. Ternyata pikiran saya lagi lagi terbalik. Saya menghadiri acara dimana tuan rumah hanya memiliki ruangan sebesar 1 x 2 m untuk menampung 10 orang, beralaskan tanah, dan berdinding anyaman bambu. Tetapi kami tidak ada yang memperdulikan itu, acara berjalan sebagaimana mestinya, dan tuan rumah juga berlaku sebagaimana mestinya, they all run perfectly.
Saya belum pernah menemukan kegiatan ini sebelumnya di daerah saya. Ketika konsep gotong royong tidak saya temukan di kota. Ketika si kurang mampu dan yang mampu saling mendorong satu sama lain, bukankah indahnya hidup seperti itu, menghargai keberadaan orang dan keberadaan kita dihargai oleh orang lain?. Bukan kah hidup akan menjadi lebih bermakna?
Terimakasih Desa Dawuhan, you open my eyes :)

Sunset in between The Pines




Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment